Soalan: Saya tidak pasti tentang
tawassul. Bertawassul ini boleh atau tidak? Kalau boleh, bagaimana caranya?
Jawaban:
Pertama sekali kita perlu tahu apa
maksud tawassul. Tawassul berasal dari perkataan Arab وسيلة (wasiilah:
perantara). Tawassala-yatawassalu-tawassulan. Yakni menjadikan sesuatu
sebagai perantara di dalam kita berdoa. Kita tetap meminta daripada Allah,
tetapi kita meletakkan perantara di tengah.
Di sana ada tawassul yang masyru’
(syar’i) dan ada tawassul yang mamnu’ (dilarang).
TAWASUL YANG DISYARIATKAN
Tawassul yang disyariatkan oleh
Allah dan Rasul adalah berdalilkan hadis-hadis Nabi shallallahu’alaihiwasallam
tentang bagaimana baginda mengajarkan kepada kita cara bertawassul.
Pertama, bertawassul dengan menggunakan nama-nama
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Firman Allah di dalam Al-Quran,
“Dan Allah memiliki nama-nama yang
indah, maka berdo’alah kepada-Nya dengan nama-nama-Nya tersebut.” (surah
Al-A’raf: 180)
Contoh berdoa dengan nama Allah
adalah kita meminta dengan lafaz “Ya Ghaffar, ighfir li”. Wahai yang
Maha Pengampun, ampunilah aku. Iaitu dengan menyeru Nama Allah terlebih dahulu;
Ya Razzaq, kurniakanlah rezki kepadaku, Wahai yang Maha Pengasih, kasihilah
aku. Ya Rahman, Ya Rahim, irhamni – Wahai yang Maha Pemurah, wahai yang Maha
Pengasih, kasihanilah aku.
Sebut Nama-nama Allah terlebih
dahulu, jadikan nama-Nya sebagai perantara untuk kita berdoa dan memohon atau
meminta sesuatu daripada-Nya. Itu salah satu kaedah tawassul yang syar’i.
Kedua, bertawassul dengan doa orang saleh
yang masih hidup. Iaitu berjumpa dengan orang-orang saleh yang amal ibadatnya
bertepatan dengan Al-Quran dan As-Sunnah, para ulama dan sesiapa sahaja orang
saleh yang masih hidup dan meminta orang yang shaleh itu mendoakan untuk kita.
Perkara ini berlaku di dalam
petunjuk Nabi SAW di mana para sahabat meminta agar Nabi berdoa. Adapun setelah
kewafatan Nabi shallallaahu’alaihiwasallam, Umar Al-Khatthab radhiyallaahu’anhu
pergi bertemu dengan Abbas bin Abdul Muthalib, bapa saudara Nabi dengan Umar
menyatakan bahawasanya “Dulu ketika Nabi masih
hidup, kami bertawassul dengan Nabi. Sekarang apabila Nabi telah tiada, orang
yang paling mulia di kalangan kami adalah kamu, wahai Abbas. Maka berdoalah
kamu untuk kami.” (lihat Sahih Bukhari)
Peristiwa ini terjadi ketika Madinah
dilanda kemarau panjang. Umar meminta Abbas radhiyallaahu’anhu berdoa
dan Abbas radhiyallaahu’anhu pun berdoa. Tidak lama setelah itu,
Allah pun menurunkan hujan kepada mereka.
Lagi tentang kisah doa orang yang
saleh adalah peristiwa Uwais Al-Qarni. Nabi shallallaahu’alaihiwasallam
tidak pernah berjumpa dengannya dan dia pun tidak pernah bertemu Nabi shallallaahu’alaihiwasallam.
Tetapi Nabi shallallaahu’alaihiwasallam menceritakan tentang
keberadaan dan kewujudannya. Nabi menceritakan tentang ciri-cirinya kepada para
sahabat. Nabi menyuruh kepada sahabat, sekiranya bertemu dengan Uwais, mintalah
agar dia berdoa. Maka setiap tahun pada musim haji para sahabat mencari Uwais
bin Amir Al-Qarni melalui kabilah yang datang dari Yaman untuk mengerjakan
haji.
Dari Usair bin Jabir ia berkata:
Umar bin al-Khatthab jika datang sepasukan dari Yaman akan berkata: ‘Apakah di
antara kalian ada Uwais bin Amir’? (Demikian seterusnya) sampai datang Uwais.
Beliau bertanya: Apakah engkau Uwais bin Amir? Dia menjawab: Ya. Umar bertanya:
dari Murod, kemudian ke Qoron? Dia berkata: Ya. Umar bertanya: Apakah engkau
dulu memiliki penyakit (semacam) kusta kemudian sembuh, kecuali sebesar dirham.
Dia berkata: Ya. Umar bertanya: Apakah engkau memiliki ibu? Ia berkata: Ya.
Umar berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallaahu’alaihiwasallam bersabda:
Akan datang kepada kalian Uwais bin Amir bersama sepasukan penduduk Yaman dari
Murod kemudian Qoron, dulunya dia memiliki penyakit (semacam) kusta kemudian
dia sembuh, kecuali sebesar dirham, dia memiliki ibu yang dia berbakti
kepadanya. Kalau dia bersumpah atas nama Allah, nescaya Allah perkenankan. Jika
engkau bisa meminta agar dia memohon ampunan untukmu, lakukanlah. Maka (wahai
Uwais) mohonkan ampun untukku. Kemudian Uwais memohonkan ampunan untuk Umar.
(riwayat Muslim)
Dalam riwayat lain, Nabi
memerintahkan kepada para sahabat secara umum : ”perintahkanlah dia agar
beristighfar untuk kalian.”
Dari Umar bin al-Khatthab beliau
berkata, “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallaahu’alaihiwasallam
bersabda, Sesungguhnya sebaik-baik tabi’in adalah seorang laki-laki yang
disebut Uwais, dia memiliki ibu dan dia memiliki tanda putih. Maka
perintahkanlah dia agar beristighfar untuk kalian.” (riwayat Muslim)
Bertawassul dengan doa orang yang
saleh yang masih hidup, itu yang diajar oleh Nabi shallallaahu’alaihiwasallam.
Dan cara bertawassul dengan orang saleh yang masih hidup adalah melalui doanya,
bukan melalui jasadnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan,
“Adapun yang dimaksud tawasul dengan
Nabi shallallaahu’alaihiwasallam dalam perkataan para sahabat radhiyallaahu’anhum
adalah bertawasul dengan doa dan syafaat Nabi. Adapun tawasul dengan doa
dan syafaat sebagaimana yang dilakukan ‘Umar adalah bertawasul dengan doa,
bukan bertawasul dengan zat Rasulullah shallallaahu’alaihiwasallam.
Seandainya itu merupakan tawasul dengan zat beliau, maka tentu bertawasul
kepada Nabi shallallaahu’alaihiwasallam lebih utama daripada dengan
‘Abbas radhiyallaahu’anhu. Ketika mereka berpaling dari bertawasul
dengan Rasulullah shallallaahu’alaihiwasallam, namun mereka bertawasul
dengan ‘Abbas, maka dari sini kita ketahui bahawa bertawasul
dengan Nabi shallallaahu’alaihiwasallam hanya berlaku ketika baginda masih
hidup dan terlarang setelah wafatnya baginda.”
Ketiga, bertawassul dengan amalan saleh.
Yaitu bertawassul dengan amalan
saleh yang pernah kita lakukan. Hadis yang selalu dijadikan contoh adalah hadis
tiga orang lelaki yang terperangkap di dalam gua. Seorang berdoa kepada Allah
dengan mengatakan bahawa dia telah taat kepada ibu bapanya, seorang lagi
mengatakan dia hampir berzina tetapi dia tinggalkan zina kerana takutkan azab
Allah, orang yang ketiga pula berdoa dengan menyebut bahawa dia orang yang
amanah, memegang amanah yang diberikan kepadanya dan mengembalikan kepada
pemiliknya. Maka dengan amalan saleh itu mereka berdoa kepada Allah agar
dibukakan pintu gua yang tertutup sehingga memerangkap mereka di dalamnya.
Ketika orang pertama berdoa, batu
yang menutupi gua itu terbuka sedikit, sehinggalah cukup doa ketiga-tiga
mereka, barulah batu itu berbuka sehingga mereka dapat keluar daripadanya.
(lihat Sahih Bukhari)
Ini menunjukkan keberkesanan
bertawassul dengan amalan saleh, yakni menjadikan amalan saleh sebagai
perantara di dalam doa kita, kesannya itu cepat. Mudah-mudahan, insyaAllah.
Tiga jenis tawassul di atas adalah
tawassul yang syar’i.
TAWASUL YANG DILARANG
Adapun tawassul yang dilarang ada banyak. Antaranya meminta
daripada berhala, pokok, binatang, memuja makhluk, keterlaluan dalam meminta
kepada makhluk sehingga lupa kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala, meminta
kepada makhluk dan percaya bahwa makhluk tersebut mengabulkan permintaannya,
dan tidak meminta kepada Allah.
Begitu juga bertawassul dengan orang
yang telah mati yang telah dibincang panjang oleh ahli ilmu. Seruan kepada
orang mati, seruan kepada Nabi Muhammad shallallaahu’alaihiwasallam sedangkan
baginda telah wafat. Mereka berdalilkan dengan peristiwa-peristiwa di mana
kesemuanya adalah daripada hadis-hadis dha’if dan tidak membawa pengertian
bahawasanya Nabi shallallaahu’alaihiwasallam bertawassul dengan
Nabi-nabi yang telah wafat sebelumnya. Tidak ada pendalilan dan penghujahannya.
Hal ini dijelaskan oleh para ulama.
Ada satu kitab berkaitan dengan tawassul; Al-Tawassul Baina Masyru’i wal
Mamnu’ (Tawassul antara yang disyariatkan dan yang dilarang), seingat saya
ditulis oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari.
Beliau membahaskan secara detil
penghujahan dan bantahan terhadap orang-orang yang berhujah dengan mengatakan
boleh bertawassul dengan orang yang telah mati dengan cara menyerunya.
Contohnya, menyeru “Ya Syaikh fulan bin fulan, doakan untuk kami…” dan mereka
ini mengharuskan bertawassul di tanah perkuburan orang saleh atau pun menyeru
di dalam majlis mereka dan menyeru dari tempat-tempat lain. Itu antara cara
yang mereka lakukan bertawassul dengan orang mati termasuk dengan Nabi shallallaahu’alaihiwasallam.
Hal-hal seperti ini tidak diamalkan
dan tidak dipraktikkan oleh sahabat-sahabat Nabi radhiyallaahu’anhu
berasaskan dan berdalilkan hadis-hadis dan riwayat-riwayat yang sahih yang
jelas daripada mereka, seperti mana perbuatan Umar bin Al-Khatthab yang
disebutkan tadi, di mana beliau tidak bertawassul kepada Nabi sebaliknya
mencari Abbas bin Abdul Muthalib. Dan beliau sendiri yang membuat permisalan
dan menyebut bahawa “dulu ketika masih ada Nabi, kami bertawassul dengan Nabi,
tetapi sekarang apabila Nabi telah tiada, kami bertawassul dengan Abbas.”
Itu gambaran umum dan ringkas
tentang tawassul. Maka dianjurkan untuk kita bertawassul dengan ketiga-tiga
perkara yang jelas disyariatkan berdalilkan fakta-fakta dan hadis-hadis yang
sahih. Adapun selainnya adalah terlarang.
Wallaahua’lam.
Teks disediakan berdasarkan rakaman
berikut:
Sumber :ustazfathulbari.wordpress.com/2013/02/15/tawassul-yang-disyariatkan-dan-tawassul-yang-dilarang/
Video berikut ini menunjukan doa tawasul yang dilarang yaitu bertawasul dengan orang yang sudah meninggal dunia seperti Nabi Muhammad, Ali , Hasan , Husen , Fatimah, …..ini biasa dilakukan oleh orang syiah , bertawasul dengan para imam mereka yang sudah wafat. Bacaannya cukup menyentuh hati yang mendengar.
Berikut video kaum syiah yang mengagungkan Husen secara berlebih lebihan, ini sudah mengarah pada mempersekutukan Allah dengan Husen, Na’udzubilah mindzalik , jangan sampai anda tertipu oleh keindahan irama dan bacaannya.
Wallahualam bisawab.
sumber: fadhilza
Post a Comment